Satu Hari Spesial

Sebagaimana mestinya kamu kembali pada hari Sabtu. Namun tidak pada hari ini. Sabtu mungkin telah berubah rasa menjadi Rabu. Atau bahkan abu. Atau kelabu.

Hari ini aku masih disini, memandangi buku yang kau berikan padaku. Kemudian satu persatu halaman kubuka dengan perlahan. Masih segar di ingatanku, halaman pertama menandai hari pertama kita mengakhiri pertengkaran kita dan mencoba memulai pertemanan yang lebih jauh.

Aku selalu tersenyum kala melihat bagaimana kamu mengakhiri pertengkaran kita. pertengkaran demi pertengkaran. Kamu terlalu sering berpura-pura menjadi bocah yang dengan polos berlutut di hadapanku, lalu memeluknya dan mengucapkan maaf.

Tak terasa, hari demi hari kita lewati tanpa melewatkan kegiatan menulis buku harian, walau hanya untuk berucap salam, padahal yang diberikan salam sedang ada di sebelahnya. Buku ini kini telah menjadi buku ketiga bagi kita dan tepat hari ini, sudah 40 halaman yang kita isi. Hari ini, lembaran buku harusnya terisi penuh. Tidak hanya ucapan, tapi foto, atau mungkin apapun yang ingin kamu ungkapkan setelah 2 tahun 1 bulan dan 10 hari kita bersama.

Aku bergegas mengeluarkan bolpoin. Tak tanggung-tanggung, ku ambil yang berwarna merah. Ingin kutulis semua kekesalan pagi ini dengan huruf kapital dan tanda seru. Aku tidak rela untuk memberikanmu ruang untuk membalas semua kekesalanku dengan maaf. Halaman ini, pasti akan penuh, dengan amarahku.

Kubuka bolpoinku terburu-buru lalu kutulis... AKU MA..

Aku berhenti menulis karena mataku tiba-tiba ditutup seseorang. 

Dengan sigap ia melanjutkan tulisanku menjadi: AKU MAU HARI INI MENJADI SANGAT SPESIAL

Lalu ia mengecup bibirku tanpa kupinta. Secepatnya ia ucapkan, selamat hari ulang tahun, untuk istrinya yang tak jadi marah hari ini.

"Selamat ulang tahun, istriku. Manakala usiamu bertambah, manakala ada jarak antarausia kita, semoga cinta ini selalu kembar, because we always fall in love at the same age since we were young, and that feeling never grows old"

Selamat menjadi muda, istriku.